Tugas Guru BK di Era Disrupsi Pendidikan, Apa Saja?

Tugas Guru BK di Era Disrupsi Pendidikan

Tugas pokok dan fungsi Guru BK dalam implementasi Kurikulum 2013 sesuai Permendikbud Nomor 111 Tahun 2014 adalah membantu peserta didik mencapai perkembangan diri yang optimal, sukses, sejahtera, dan bahagia dalam kehidupannya.

Dalam Kurikulum Merdeka, tugas Guru BK adalah membantu peserta didik dalam mewujudkan kesejahteraan psikologis (student wellbeing), dan mengaktualisasikan potensi dirinya dalam rangka mencapai tugas perkembangannya secara optimal.

Tugas Guru BK tersebut menjadi semakin berat di era disrupsi yang mendorong terjadinya perubahan besar dan mendasar pada hampir semua bidang kehidupan, yakni bagaimana membantu peserta didik menyelaraskan diri dengan perubahan global yang sedang terjadi.

Era disrupsi adalah kondisi yang ditandai adanya perubahan yang fundamental dalam kehidupan di masyarakat sebagai dampak dari inovasi teknologi digital untuk merespon kebutuhan konsumen di masa yang akan datang.

Disrupsi menghasilkan inovasi kreatif dengan menciptakan hal baru yang lebih efisien dan menyeluruh. Namun demikian, disrupsi bisa bersifat destruktif karena perubahan yang terjadi sangat cepat, masif, dengan pola yang sulit ditebak.

Pola perubahan ini menyebabkan kompleksitas hubungan antar faktor penyebab perubahan sehingga menyebabkan ambiguitas yang menimbulkan keguncangan dan ketidakpastian global.

Hal ini menuntut semua orang untuk memiliki kemampuan memprediksi masa depan yang berubah begitu cepat, dan kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan yang terjadi.

Kondisi ini mendorong revitalisasi tugas Guru BK, menata kembali perannya dalam menjawab tantangan yang muncul sebagai akibat adanya perubahan-perubahan yang terjadi di era disrupsi.

Guru BK dituntut untuk mampu melakukan penyesuaian diri terhadap perubahan di dunia pendidikan, dan membantu peserta didik menghadapi tantangan perubahan di era disrupsi agar mampu mencapai tugas perkembangannya secara optimal.

Era Disrupsi Pendidikan

Dampak dari inovasi teknologi digital di era disrupsi adalah terjadinya perubahan fundamental dalam kehidupan manusia yang lebih efisien melalui penguasaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan kualitas hidup.

Perkembangan teknologi informasi dan internet mendorong akuntabilitas dan transparansi sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan, program-program yang dijalankan sekolah, maupun informasi mengenai perkembangan peserta didik.

Selain itu, disrupsi pendidikan juga mendorong perubahan orientasi pendidikan berupa keterampilan dan kecakapan hidup yang harus dikuasai peserta didik dalam menghadapi era revolusi industri 4.0 maupun revolusi industri 5.0.

Menurut Kemenristekdikti, ada beberapa kecakapan yang harus dimiliki peserta didik agar dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di era disrupsi, yakni:

  1. Keterampilan belajar dan inovasi. Berfikir kritis dan pemecahan masalah dalam komunikasi serta kreativitas kolaboratif dan inovatif.
  2. Keahlian literasi digital. Literasi media dan literasi ICT.
  3. Kecakapan hidup dan karir. Memiliki kemampuan inisiatif yang fleksibel dan adaptif, dan kecakapan diri secara sosial dalam interaksi antar budaya, kepemimpinan produktif dan akuntabel, serta bertanggungjawab.

Secara lebih rinci, Irianto (2017) mengemukakan bahwa, Era disrupsi pendidikan mengubah orientasi pembelajaran pada gaya hidup digital dan berfikir secara saintifik, sehingga struktur keterampilan peserta didik berubah menjadi:

  1. pemecahan masalah yang kompleks;
  2. berfikir kritis;
  3. kreativitas;
  4. manajemen orang;
  5. kerjasama dengan orang lain;
  6. kecerdasan emosional;
  7. penilaian dan pengambilan keputusan;
  8. orientasi layanan;
  9. negosiasi; dan
  10. fleksibilitas kognitif.

Perubahan orientasi ini menjadi tantangan bagi Guru BK bagaimana mendesain program bimbingan dan konseling untuk mewujudkan keterampilan dan kecakapan hidup yang dibutuhkan peserta didik di era disrupsi.

Tugas Guru BK adalah bagaimana merancang dan melaksanakan kegiatan layanan bimbingan dan konseling secara komprehensif, dan mengintegrasikan program tersebut ke dalam visi dan misi satuan pendidikan, serta tujuan pendidikan nasional.

Perubahan Karakteristik Peserta Didik di Era Disrupsi

Era disrupsi menghasilkan generasi digital, generasi yang dibesarkan dengan perangkat teknologi informasi dan digital sebagai bagian integral dalam kehidupannya.

Generasi digital memiliki ciri-ciri berikut:

  • memiliki akses yang cepat akan informasi dari berbagai sumber;
  • dapat mengerjakan beberapa hal di waktu yang bersamaan (multitasking);
  • lebih menyukai hal-hal yang bernuansa multimedia;
  • lebih menyukai berinteraksi melalui dunia maya, jejaring sosial; dan
  • lebih menyukai kegiatan belajar yang bersifat aplikatif dan menyenangkan.

Era disrupsi yang menghasilkan generasi digital juga membawa perubahan pada karakteristik peserta didik, mengubah gaya hidup yang diwarnai dengan sikap westernisasi, winaholic, speedaholic, dan gaya belajarnya.

1. Westernisasi

Kemajuan teknologi internet menjadikan dunia tanpa batas (borderless), menghilangkan batasan negara sehingga memudahkan masuknya budaya asing, salah satunya westernisasi.

Westernisasi adalah gaya hidup seseorang yang selalu berorientasi pada budaya barat tanpa melakukan seleksi terlebih dahulu.

Meniru budaya barat yang maju bisa memberikan dampak positif bagi peserta didik, seperti; berfikir terbuka terhadap hal-hal dan pengalaman baru, atau menjadikan ilmu pengetahuan sebagai pedoman hidup.

Namun demikian, banyak budaya barat yang tidak sesuai dengan nilai-nilai yang dianut bangsa Indonesia. Contohnya; mengenakan pakaian terbuka, pergaulan bebas, sikap individualis, dll.

Adanya perbedaan budaya asing dengan budaya lokal Indonesia seringkali menjadi konflik dan menimbulkan hambatan bagi peserta didik dalam mencapai tugas perkembangannya.

2. Winaholic

Disrupsi teknologi menumbuhkan budaya individualis dan kompetitif yang menimbulkan sikap winaholic, yaitu berlomba-lomba mengalahkan lawan, menjadi pemenang dengan mengalahkan pesaing.

Dalam artian positif, winaholic mendorong peserta didik memiliki jiwa kompetitif, sportif, fighting spirit, dan motivasi yang tinggi.

Winaholic menumbuhkan sikap individualis, melunturkan budaya kolektivitas, atau gotong royong, yang menjadi landasan dalam kehidupan sosial sesuai dengan nilai-nilai yang berkembang di masyarakat.

Gabungan sikap individualis dan kondisi emosional yang masih labil, peserta didik dapat menghalalkan segala cara untuk menjadi pemenang. Melakukan kecurangan, menjelek-jelekan lawan, atau mengejek lawan.

Tindakan yang tidak sportif ini berpotensi menimbulkan perilaku negatif pada peserta didik, seperti pelecehan, intoleransi, ujaran kebencian, maupun perundungan.

3. Speedaholic

Kemajuan teknologi di era disrupsi memungkinkan terjadinya otomatisasi di semua bidang, menjadi lebih cepat. Hal ini mendorong sikap speedaholic pada peserta didik, segala sesuatu diukur dengan kecepatan.

Speedaholic mendorong peserta didik untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkannya secara cepat dan instan tanpa melalui proses yang seharusnya.

Speedaholic dapat mendorong perilaku agresif karena ketidaksabaran mereka melewati proses, mengikuti, menghargai, maupun menikmati tahapan-tahapan dalam mencapai tujuan.

Kondisi speedaholic ini bisa menjadi stressor bagi peserta didik, dapat mendorong munculnya kecemasan, takut gagal, kekecewaan, stres, bahkan depresi.

4. Gaya belajar

Karakteristik generasi digital yang sarat dengan interaksi melalui berbagai media virtual mengakibatkan terjadinya perubahan perilaku belajar pada peserta didik.

Generasi milineal cenderung memiliki perilaku belajar dengan sikap minimalis, pragmatis, dan menjadi ketergantungan pada internet, seperti google atau yahoo, setiap kali menghadapi tugas dan masalah.

Perilaku belajar dengan ketergantungan pada internet mengubah gaya belajar peserta didik. Mereka memiliki kecenderungan gaya belajar aktif, global, sensing, dan visual.

  • Gaya belajar aktif. Generasi digital adalah pembelajar aktif, mudah belajar dengan melakukan sendiri apa yang sedang dipelajari.
  • Gaya belajar global. Generasi digital cenderung belajar dengan cara melompat-lompat, menyerap materi secara random tanpa melihat keterkaitan antara yang satu dengan yang lain, mampu mengatasi masalah yang kompleks secara cepat, atau merangkai sesuatu dengan cara baru dengan meraba gambaran besarnya, tetapi mungkin sulit menjelaskan bagaimana prosesnya.
  • Gaya belajar sensing. Generasi digital cenderung menyukai fakta, menyukai hal-hal yang penerapan praktisnya jelas, mengharapkan relevansi dengan kehidupan sehari-hari, dan kurang suka teori-teori yang bersifat abstrak.
  • Gaya belajar visual. Generasi digital lebih menyukai belajar dengan bantuan bagan, skema, dan diagram alir dari rangkaian teori.

Perubahan karakteristik peserta didik ini menjadi tantangan dan tugas Guru BK untuk merencanakan layanan bimbingan dan konseling sesuai dengan kebutuhan peserta didik di era disrupsi.

Tugas Guru BK di Era Disrupsi

Dalam Permendikbud Nomor 111 Tahun 2014, tugas dan tanggung jawab Guru BK di satuan pendidikan jenjang SD, SMP, SMA, SMK sederajat adalah merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi, dan melakukan tindak lanjut layanan bimbingan dan konseling.

Tugas Guru BK merancang program layanan bimbingan dan konseling untuk membantu peserta didik mencapai perkembangan yang optimal dan kemandirian secara utuh dalam aspek pribadi, sosial, belajar, dan karir.

Era disrupsi yang ditandai dengan perubahan yang masif, cepat, dengan pola yang sulit ditebak menyebabkan ambiguitas dapat menyeret peserta didik tenggelam dalam arus perubahan, apabila gagal dalam penyesuaian diri.

Hal ini menjadi tantangan dan tugas Guru BK untuk mendampingi, membimbing, dan mengarahkan peserta didik agar tidak tersesat pada arus perubahan yang bisa berakibat pada kegagalan dalam mencapai tugas perkembanganya.

Selain tugas pokok dan fungsi Guru BK sebagaimana tercantum dalam Permendikbud, Guru BK memiliki peran lain untuk menjawab tantangan perubahan di era disrupsi, antara lain:

1. Guru BK sebagai Manajer

Tanggung jawab pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling pada satuan pendidikan menjadi tugas Guru BK. Oleh karena itu, Guru BK harus mampu menjalankan perannya sebagai seorang manajer.

Guru BK bertugas mengarahkan, memimpin, mengkoordinasikan, dan melakukan berbagai pengembangan dalam rangka mencapai tujuan layanan bimbingan dan konseling sesuai dengan perubahan-perubahan yang terjadi di era disrupsi.

Tugas Guru BK adalah mengkoordinasikan berbagai macam kegiatan layanan bimbingan dan konseling dengan kegiatan-kegiatan lain di sekolah, juga kontribusi dari para profesional lain yang terlibat dalam kegiatan layanan, seperti psikolog, pekerja sosial, dan sebagainya.

Sebagai manajer, Guru BK bertangungjawab pada keterlaksanaan dan ketercapaian tugas perkembangan peserta didik, maupun visi dan misi bimbingan dan konseling.

Secara tidak langsung, keterlaksanaan dan ketercapaian tugas Guru BK mendorong pencapaian visi dan misi satuan pendidikan, serta tujuan pendidikan nasional.

2. Guru BK sebagai Administrator

Tugas Guru BK sebagai adminstrator adalah mengkoordinasikan sumber daya manusia, sarana dan prasarana yang ada dalam kegiatan bimbingan dan konseling dengan sebaik-baiknya.

Guru BK menyusun program bimbingan dan konseling, mengatur dan mengkoordinasikan pembagian tugas, tanggung jawab, kewenangan, dan melakukan monitoring terhadap pelaksanaan kegiatan layanan BK.

Sebagai administrator, tugas Guru BK adalah memastikan efektivitas, efisiensi, dan kepuasan terhadap kinerja layanan bimbingan dan konseling di sekolah.

3. Guru BK sebagai Humas

Tugas guru BK sebagai humas adalah membangun, mengelola, dan mempertahankan hubungan baik dan bermanfaat antara sekolah dengan orang tua, masyarakat, maupun instansi terkait sebagai mitra dalam mencapai tujuan bimbingan dan konseling serta tujuan pembelajaran di sekolah.

Sebagai humas Tugas Guru BK adalah:

  • menjalin relasi yang baik dengan peserta didik, orang tua, masyarakat, dan instansi terkait sebagai mitra sekolah;
  • menciptakan komunikasi yang baik dengan peserta didik, orang tua, masyarakat, dan instansi terkait sebagai mitra sekolah;
  • mendukung kegiatan-kegiatan sekolah;
  • mengidentifikasi opini, persepsi, maupun tanggapan peserta didik, orang tua, masyarakat, dan instansi terkait terhadap sekolah;
  • memberikan layanan, saran, dan pemikiran pada peserta didik, orang tua, sekolah, maupun pihak yang berkepentingan terhadap keberhasilan seluruh program kegiatan di sekolah; dan
  • menyebarkan informasi keberhasilan program-program kegiatan yang di selenggarakan sekolah.

Tujuan akhir dari tugas BK sebagai humas adalah agar peserta didik, orang tua, masyarakat, dan instansi terkait sebagai mitra sekolah memahami, mempercayai, dan memberikan dukungan terhadap program-program bimbingan dan konseling dan program sekolah secara keseluruhan.

4. Guru BK sebagai Konselor

Dalam pemahaman umum, seringkali Guru BK disamakan dengan Konselor. Dalam Permendikbud Nomor 111 Tahun 2014 keduanya dibedakan berdasarkan kualifikasinya.

Guru BK adalah pendidik yang berkualifikasi akademik minimal S-1 dalam bidang bimbingan dan konseling serta memiliki kompetensi di bidang tersebut.

Sedangkan Konselor sekolah adalah pendidik profesional yang berkualifikasi akademik minimal S-1 dalam bidang bimbingan dan konseling dan telah lulus Pendidikan Profesi Guru Bimbingan dan Konseling, dan/atau pendidikan profesi konselor.

Oleh karena itu, Guru BK harus mampu menjalankan tugas dan peran sebagai Konselor. Guru BK melaksanakan kegiatan konseling secara profesional untuk membantu peserta didik secara individual maupun kelompok.

5. Guru BK sebagai Konsultan

Tugas Guru BK selanjutnya adalah sebagai konsultan, yaitu memberikan pertimbangan, nasihat, penjelasan, maupun keterangan yang berkenaan dengan program sekolah, bimbingan dan konseling, maupun perkembangan peserta didik.

Oleh karena itu, Guru BK diharapkan mampu menjalin kerjasama dan dapat bekerjasama dengan berbagai pihak yang terkait dan dapat mempengaruhi pendidikan maupun perkembangan peserta didik.

Tugas Guru BK sebagai konsultan bertujuan untuk:

  • Meningkatkan pelayanan kepada peserta didik
  • Memperbaiki pelayanan kepada pihak ketiga (guru, orangtua, dan pihak terkait lainnya)
  • Memfasilitasi pihak ketiga agar dapat meningkatkan kemampuan untuk melakukan tugasnya dalam hubungannya dengan peserta didik.

Selain itu, tugas Guru BK sebagai konsultan adalah melakukan evaluasi, fasilitasi, informasi, negosiasi, alih tangan, dan hubungan masyarakat yang muaranya pada membantu peserta didik agar dapat berkembang secara optimal.

6. Guru BK sebagai Agen Perubahan

Pada era disrupsi perubahan terus bergerak cepat, baik dalam produk baru, pasar baru, cara berfikir, kompetensi baru, maupun teknologi baru yang semakin canggih. Perubahan ini bisa menjadi peluang dan tantangan bagi peserta didik dalam mengembangkan dirinya.

Tugas Guru BK menjadi agen perubahan adalah bertindak sebagai katalisator dan mengelola perubahan yang terjadi. Merencanakan kembali sasaran atau tujuan yang hendak dicapai peserta didik.

Mendorong peserta didik fokus pada masalah, mencari pemecahan masalah yang mungkin, mengatur bantuan yang dibutuhkan, merencanakan tindakan, yang dimaksudkan untuk memperbaiki situasi, mengatasi kesulitan, dan mengevaluasi hasil dari usaha yang direncanakan.

Sebagai agen perubahan, tugas Guru BK adalah:

  • Menciptakan keinginan perubahan pada diri peserta didik dan pihak lain terkait.
  • Menjalin dan membina hubungan dalam rangka melakukan suatu perubahan.
  • Mendiagnosa permasalahan yang dihadapi peserta didik.
  • Melaksanakan perubahan atau menerjemahkan keinginan perubahan menjadi suatu tidakan nyata.
  • Menjaga kestabilan perubahan.

7. Guru BK sebagai Agen Pencegahan

Perkembangan internet dan teknologi informasi memberikan kemudahan peserta didik untuk mengakses informasi. Disisi lain, kemudahan tersebut berpotensi menyebabkan overload information.

Overload information menggambarkan fenomena dimana seseorang memiliki begitu banyak informasi sehingga menjadi tidak efektif. Informasi yang diharapkan menjadi solusi, justru menimbulkan masalah baru, seperti kebingungan yang bisa berujung pada stres.

Selain overload information, tantangan di era disrupsi adalah banyaknya konten negatif yang bertebaran di internet.

Tugas Guru BK sebagai agen pencegahan adalah mengembangkan keterampilan peserta didik dalam memilah dan memilih konten dan informasi yang bermanfaat bagi pencapaian tujuan hidupnya, dengan melalui kegiatan-kegiatan program layanan yang bersifat antisipatif dan preventif, salah satunya dengan literasi digital.

Literasi digital adalah kecakapan dalam penggunaan perangkat teknologi informasi dan komunikasi, yang melibatkan kemampuan dalam pembelajaran bersosialisasi, berfikir kritis, kreatif dan inspiratif di ruang digital.

Tugas Guru BK memfasilitasi pengembangan kompetensi digital peserta didik berupa kemampuan untuk mengakses, menyeleksi, memahami, menganalisis, memverifikasi, mengevaluasi, mendistribusikan, memproduksi, berpartisipasi, dan berkolaborasi di ruang digital secara positif.

Simpulan

Era disrupsi ditandai dengan adanya perubahan-perubahan yang masif dan begitu cepat di segala bidang, termasuk dalam pendidikan.

Perkembangan teknologi digital dan internet mendorong keterbukaan dan penyesuaian dalam penyelenggaraan pendidikan untuk menjawab tantangan di era disrupsi.

Disrupsi pendidikan juga mendorong perubahan orientasi pendidikan berupa penguasaan keterampilan belajar, kemampuan berfikir kritis, kreatif dan inovatif, kolaboratif, komunikatif, keahlian literasi digital, serta kecakapan hidup dan perencanaan karir yang harus dikuasai oleh peserta didik.

Di sisi lain, era disrupsi juga membawa perubahan karakteristik peserta didik sebagai generasi digital, yakni gaya hidup westernisasi, winaholic, speedaholic, dan perilaku belajar dengan sikap minimalis, pragmatis, dan ketergantungan pada internet.

Perilaku belajar ini mendorong perubahan gaya belajar peserta didik menjadi pembelajar aktif, global, sensing, dan visual.

Kondisi ini menuntut tugas Guru BK di era disrupsi pendidikan bukan hanya sebagai guru pembimbing, tetapi juga menjalankan peran dan tugas sebagai manajer, administrator, humas, konselor, konsultan, agen perubahan, maupun agen pencegahan.

Posting Komentar untuk "Tugas Guru BK di Era Disrupsi Pendidikan, Apa Saja?"