Karakteristik Konseli dan Konselor dalam Konseling yang Efektif

Karakteristik Konseli dan Konselor dalam Konseling yang Efektif

Konseling merupakan teknik utama dalam layanan bimbingan di sekolah. Aktivitas konseling merupakan hubungan timbal balik yang didalamnya terjadi hubungan saling mempengaruhi antara konselor dan konseli.

Konselor adalah Guru BK yang memiliki peran, tugas, dan tanggung jawab memberikan layanan bimbingan dan konseling di sekolah.

Sedangkan konseli adalah sebutan untuk klien dalam proses konseling yang dilaksanakan pada satuan pendidikan, atau sekolah.

Konseli adalah semua individu yang memperolah pelayanan konseling, atau mendapatkan bantuan secara profesional oleh konselor atas kemauan sendiri ataupun permintaan orang lain.

Konseli yang datang atas kemauan sendiri karena memiliki kesadaran bahwa dirinya memiliki masalah yang memerlukan bantuan seorang ahli untuk mengatasinya.

Sementara konseli yang datang atas permintaan orang lain, seperti permintaan dari orang tua atau guru/wali kelas, karena dia tidak mengetahui masalah yang dihadapinya, bisa jadi karena kurangnya kesadaran diri.

Karenanya, pelaksanaan konseling yang efektif sangat dipengaruhi oleh bagaimana karakteristik konseli maupun konselor, dan bagaimana proses konseling menjadi kreatif.

    Apa Itu Konseling?

    Menurut Willis (2014:18) konseling adalah upaya bantuan yang diberikan seorang pembimbing yang terlatih dan berpengalaman terhadap individu yang membutuhkannya agar dapat berkembang potensinya secara optimal, mampu mengatasi masalah, dan mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang selalu berubah.

    Konseling merupakan bantuan yang bersifat terapeutis yang dilaksanakan melalui wawancara langsung, baik dengan face to face maupun menggunakan teknologi informasi, yang diarahkan untuk mengubah sikap dan perilaku konseli.

    Konseling ditujukan kepada individu normal yang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dalam pendidikan, pekerjaan, maupun kehidupan sosial.

    Dalam pelaksanaan konseling yang efektif terjadi proses belajar yang diarahkan agar konseli dapat mengenal, menerima, mengarahkan, dan menyesuaikan diri secara realistis dalam kehidupannya di sekolah maupun di luar sekolah.

    Faktor Penghambat dan Pendukung Pelaksanaan Konseling

    Menurut Shertzer and Stone (Fenti Hikmawati, 2016), keberhasilan dan kegagalan proses konseling dipengaruhi oleh;

    1. Kepribadian Koseli

    Aspek kepribadian konseli yang menentukan keberhasilan proses konseling diantaranya; sikap, emosi, intelektual, dan motivasi.

    Konselor yang efektif dapat mengungkap apa yang dirasakan konseli dengan cara eksplorasi, sehingga apa yang dirasakan konseli lepas keluar dengan terbuka dan leluasa secara verbal maupun non verbal.

    Keterbukaan konseli membantu konselor menemukan aspek intelektual dan motivasi konseli yang akan memudahkan dalam merencanakan tindakan, bersama dengan konseli, untuk mengatasi masalah yang dihadapinya.

    Sedangkan konseli yang berada dalam kondisi tegang menjadi tertutup dan tidak mampu berfikir jernih. Kondisi ini akan menghambat pelaksanaan konseling, yang berakibat pada tidak terentaskannya masalah yang dialami konseli.

    2. Harapan Konseli

    Harapan konseli mengandung makna adanya kebutuhan yang ingin terpenuhi melalui proses konseling, yaitu memperoleh informasi, menurunkan kecemasan, memperoleh jalan keluar dari permasalahan yang dihadapi, dan mencari upaya bagaimana konseli menjadi lebih baik.

    Faktor harapan konseli yang terlalu tinggi dan/atau dipaksakan oleh konselor dapat mengganggu pelaksanaan konseling.

    Harapan konseli yang terlalu tinggi dapat memicu kekecewaan konseli ketika proses konseling berjalan tidak sesuai dengan harapan. Terjadi perbedaan antara harapan dan kenyataan yang bisa mendorong konseli untuk keluar dari sesi konseling.

    Demikian halnya dengan harapan yang dipaksakan oleh konselor, konseli menjadi tidak kreatif, tidak mampu menggali dirinya. Terjadi konflik antara harapan konseli dengan harapan yang diinginkan konselor. Pada akhirnya pelaksanaan konseling menjadi tidak efektif.

    3. Pendidikan dan Pengalaman Konseli

    Pendidikan dan pengalaman konseli sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan konseling. Semakin baik pendidikan konseli membuatnya mudah menggali dirinya sehingga upaya pemecahan masalah semakin terarah.

    Selain itu, konseli yang memiliki pengalaman dalam membicarakan masalah dirinya, atau berpengalaman dalam berbicara di muka umum, seperti diskusi, pidato, dan ceramah lebih mudah saat mengungkapkan perasaannya

    Kondisi ini akan memudahkan konselor bersama dengan konseli untuk merencanakan tindakan yang akan diambil untuk mengentaskan masalah yang dialami konseli.

    Karakteristik Konseli

    Konseli adalah individu yang unik, sehingga dalam pelaksanaan konseling terdapat beragam karakteristik konseli.

    1. Konseli Sukarela

    Konseli sukarela adalah individu yang datang ke ruang konseling atas kesadaran sendiri dan memahami maksud dan tujuannya.

    Ciri-ciri konseli sukarela:

    • Bersikap terbuka dan siap mengungkapkan semuanya tanpa ada yang dirahasiakan
    • Hadir sesuai kehendak sendiri, bukan karena permintaan atau paksaan dari orang lain
    • Dapat menyesuaikan dirinya dengan konselor
    • Bersahabat dan siap menerima bantuan konselor
    • Mengikuti sesi konseling dengan senang hati

    2. Konseli Terpaksa

    Konseli terpaksa adalah individu yang datang ke ruang konseling bukan atas kemauan sendiri. Konseli datang atas dorongan orang lain, seperti orang tua, teman, atau alih tangan dari guru/wali kelas.

    Karakteristik konseli terpaksa:

    • Tertutup dan enggan berbicara secara terbuka pada konselor
    • Kurang bersahabat dan curiga terhadap konselor
    • Menolak dengan halus bantuan yang ditawarkan konselor

    Ketika mendapatkan konseli yang datang karena terpaksa, strategi yang bisa dilakukan konselor adalah:

    • Menciptakan perasaan nyaman konseli terhadap konselor
    • Mejelaskan tujuan konseling dan manfaatnya bagi konseli
    • Memberikan waktu pada konseli untuk berfikir dan menjadwalkan ulang perjumpaan dengan konselor

    3. Konseli Enggan

    Konseli yang enggan adalah individu yang datang pada konselor tidak berniat untuk meminta bantuan konselor dan/atau hanya untuk sekedar bincang-bincang.

    Karakteristik konseli enggan:

    • Banyak diam, atau
    • Banyak bicara tetapi tidak fokus pada masalah yang dialaminya
    • Enggan menerima bantuan konselor

    Upaya yang dilakukan konselor dalam menghadapi konseli enggan:

    • Menyadarkan dan meluruskan kekeliruan pemahaman konseli terhadap tujuan konseling
    • Memberikan alternatif dan kesempatan untuk memilih konselor lain

    4. Konseli Bermusuhan

    Konseli bermusuhan adalah individu yang mempunyai masalah cukup serius dan datang pada konselor karena terpaksa. Keterpaksaan ini mendorongnya menjadi konseli yang bermusuhan terhadap konselor.

    Karakteristik konseli bermusuhan:

    • Sangat tertutup
    • Bersikap menentang konselor
    • Menunjukkan sikap bermusuhan pada konselor
    • Menolak secara terbuka bantuan dari konselor

    Cara konselor menghadapi karakteristik konseli bermusuhan dapat dilakukan dengan:

    • Bersikap ramah, bersahabat, dan menunjukkan empati
    • Menunjukkan toleransi terhadap perilaku konseli
    • Menunggu dengan sabar untuk mendapatkan momen yang tepat untuk berbicara dengan mencermati bahasa tubuh konseli
    • Memahami keinginan konseli yang tidak sudi dibimbing konselor
    • Negosiasi kontrak waktu dan menjelaskan tentang tujuan konseling

    5. Konseli Krisis

    Konseli krisis adalah individu yang mengalami kegoncangan akibat musibah yang menimpanya, seperti kematian secara mendadak orang-orang yang dicintai (orang tua, istri/suami, anak, pacar), kebakaran yang melalap habis rumahnya, dll.

    Perilaku konseli krisis seperti:

    • Menutup diri dari dunia luar
    • Emosional, tidak berdaya, histeria
    • Kurang mampu berfikir secara rasional
    • Tidak mampu mengurus dirinya sendiri maupun keluarganya
    • Membutuhkan dukungan dari orang yang amat dipercayainya

    Konseli mengikuti sesi konseling untuk mendapatkan bantuan dari konselor agar emosinya menjadi stabil dan mampu menyesuaikan diri dengan situasi yang baru setelah terjadinya musibah. Hal yang harus dilakukan konselor:

    • Memberikan waktu pada konseli untuk menyalurkan dan mengekspresikan perasaannya
    • Membantu penyaluran dan penyadaran emosional konseli
    • Membawa konseli pada realitas, kondisi, dan relasi yang baru sesuai arahan konselor

    Karakteristik Konselor

    Peran konselor dalam pelaksanaan konseling adalah memberikan peluang agar konseli dapat menyalurkan perasaannya, baik rasa takut, rasa bersalah, rasa marah dll. Selanjutnya memberikan bantuan psikologis dengan penyaluran dan penyadaran kondisi-kondisi emosional tersebut.

    Tujuan akhir dari proses konseling adalah membawa konseli pada realita, kepada kondisi dan relasi yang baru sesuai dengan rencana tindakan yang telah disusun bersama antara konselor dengan konseli.

    Oleh karena itu, konselor harus memiliki karakteristik berikut:

    1. Pemahaman Diri

    Konselor harus memahami dirinya dengan baik, memahami apa yang dilakukannya, mengapa melakukan hal itu, dan masalah apa yang harus dia selesaikan.

    Kemampuan memahami diri sendiri sangat penting bagi konselor untuk mengarahkan bagaimana cara konseli memahami dirinya sendiri.

    Pemahaman diri konselor ditandai dengan karakteristik berikut:

    • Menyadari kebutuhan dirinya
    • Menyadari perasaan-perasaannya
    • Menyadari kecemasan dan cara mereduksi kecemasan
    • Menyadari kelemahan dan kelebihan dirinya

    2. Kompeten

    Efektivitas proses konseling ditentukan oleh kompetensi atau kualitas konselor, baik kualitas fisik, intelektual, emosional, sosial, dan moral. Konseli datang pada konselor karena mengalami defisit pada kualitas tersebut.

    Dengan kualitas yang dimilikinya, konselor dapat mengarahkan konseli untuk belajar meningkatkan kompetensi tersebut sehingga menjadi pribadi yang sehat.

    Karakteristik koselor yang kompeten ditandai dengan ciri-ciri berikut:

    • Terus menerus meningkatkan kualitas diri
    • Meningkatkan kompetensi individu, pengetahuan, dan keterampilan konseling
    • Mencoba gagasan dan pendekatan-pendekatan baru dalam konseling
    • Mengevaluasi efektivitas konseling untuk mengembangkan atau memperbaiki proses konseling

    3. Kesehatan Psikologis

    Konselor dituntut harus memiliki kesehatan psikologis yang lebih baik daripada konseli yang sedang dibantu. Kesehatan psikologis konselor sangat berguna dalam relasi konseling. Konselor merupakan model bagi konseli dalam perilaku adaptif.

    Konselor yang tidak memiliki kesehatan psikologis yang baik akan berakibat pada pelaksanaan konseling menjadi tidak efektif. Proses konseling akan dipengaruhi oleh subjektifitas konselor, dia akan terkontaminasi oleh kebutuhannya sendiri, persepsi yang subjektif, nilai-nilai yang keliru, dan kebingungan dalam menetapkan arah konseling.

    Kualitas konselor yang memiliki kesehatan psikologis yang baik sebagai berikut:

    • Memperoleh pemuasan kebutuhan rasa aman, cinta, kekuatan, dan kebutuhan biologis yang wajar
    • Dapat mengatasi masalah-masalah pribadi yang dihadapinya
    • Menyadari kelemahan atau keterbatasan kemampuannya
    • Memiliki kehidupan sosial yang baik dan aktivitas-aktivitas yang positif

    4. Dapat Dipercaya

    Esensi layanan konseling adalah mendorong konseli untuk terbuka membicarakan masalah dirinya. Keterbukaan ini akan terjadi jika konselor mampu memahami dan menerima curahan hati konseli secara tulus.

    Penerimaan secara tulus oleh konselor akan menumbuhkan kepercayaan dan motivasi konseli bahwa dia akan mendapatkan bantuan yang tepat. Hal ini akan mendorong berkembangnya rasa percaya diri konseli.

    Karakteristik Konselor yang dapat dipercaya memiliki sifat-sifat sebagai berikut:

    • Pribadi yang konsisten
    • Pribadi yang menyenangkan
    • Dapat dipercaya, ucapan maupun perbuatannya
    • Bertanggungjawab
    • Menepati janji
    • Mau membantu secara utuh

    5. Jujur

    Konselor huruslah orang yang terbuka, apa adanya, dalam artian konselor harus jujur mengenai pikiran dan perasaannya kepada konseli dengan tetap menjaga hubungan baik.

    Kejujuran dalam proses konseling akan memungkinkan konselor memberikan umpan balik yang objektif kepada konseli.

    Konselor yang jujur memiliki sifat-sifat sebagai berikut:

    • Kongruen, yaitu apa yang dipersepsikan dirinya sama dan sebangun dengan apa yang dipersepsikan oleh orang lain
    • Menyampaikan informasi sesuai dengan realita
    • Memahami makna kejujuran dengan jelas

    6. Kekuatan

    Konselor yang efektif harus memiliki kekuatan pribadi, dalam artian tabah menghadapi dan mampu menanggulangi masalah yang dihadapinya. Kekuatan konselor menjadi penting untuk menciptakan rasa aman pada konseli.

    Karakteristik konselor yang mempunyai kekuatan pribadi menunjukkan sifat-sifat berikut:

    • Fleksibel
    • Memiliki identitas pribadi yang jelas
    • Dapat merancang batasan waktu yang tepat dalam konseling

    7. Pendengar Aktif

    Konseling adalah proses yang dinamis. Konselor harus menjadi pendengar yang aktif, yaitu mampu mengkomunikasikan perhatian dirinya terhadap kebutuhan konseli.

    Konselor yang mampu menjadi pendengar yang aktif memiliki ciri-ciri berikut:

    • Mampu mengajukan pertanyaan yang tepat dalam proses konseling
    • Memberikan umpan balik yang bermanfaat
    • Memberikan informasi yang berguna
    • Mampu mengemukakan gagasan-gagasan yang baru
    • Mampu berdiskusi dengan konseli tentang cara mengambil keputusan yang tepat
    • Membagi tanggung jawab dengan konseli dalam proses konseling

    8. Sabar

    Konseling adalah sebuah proses belajar dari konseli. Konselor mengarahkan bagaimana proses konseling dapat membantu konseli mengembangkan dirinya secara alami, tanpa memasukkan gagasan-gagasan pribadi, perasaan, atau nilai-nilai secara prematur.

    Konselor yang sabar menunjukkan karakteristik sebagai berikut:

    • Memiliki toleransi yang tinggi
    • Mampu berdampingan dengan konseli
    • Membiarkan konseli mengikuti arahnya sendiri, meskipun sebenarnya konselor mengetahui ada jalan yang lebih baik

    9. Kepekaan

    Kepekaan merujuk pada karakteristik konselor yang mampu menangkap dan menyadari dinamika psikologis yang tersembunyi baik pada diri konseli maupun pada dirinya sendiri.

    Dinamika psikologis adalah perubahan kondisi psikolgis yang tampak dari perubahan perilaku baik pada aspek kogntif, emosi, dan sosial.

    Kepekaan konselor akan memberikan rasa aman pada konseli, dan menumbuhkan kepercayaan diri konseli pada proses konseling.

    Konselor yang memiliki kepekaan menunjukkan sifat-sifat berikut:

    • Sensitif terhadap keadaan dirinya sendiri
    • Mengetahui bagaimana, dimana, dan berapa lama melakukan penulusuran konseli
    • Mengajukan pertanyaan dan mengaikan informasi dengan arif
    • Mudah tersentuh

    10. Kesadaran Holistik

    Kesadaran holistik adalah pemahaman konselor terhadap konseli secara utuh dan melakukan pendekatan secara komprehensif, atau menyeluruh.

    Konselor harus memahami adanya beragam dimensi yang dapat menimbulkan masalah pada konseli. Seperti fisik, intelektual, sosial, maupun moral spiritual.

    Karakteristik konselor yang memiliki kesadaran holistik memiliki sifat-sifat:

    • Terbuka dengan berbagai teori
    • Menemukan cara memberikan konsultasi yang tepat
    • Menyadari tentang dimensi kepribadian yang kompleks

    2 komentar untuk "Karakteristik Konseli dan Konselor dalam Konseling yang Efektif"

    Comment Author Avatar
    boleh sertakan teori siapa min jurnal, atau kajian literaturnya
    Comment Author Avatar
    Referensi utama dari buku Bimbingan dan Koseling Edisi Revisi, penulis Dr. Fenti Hikmawati, M.Si (2016) penerbit PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.