Mendidik Anak Digital Native, Bagaimana Caranya?

Mendidik Anak Digital Native

Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi mengakibatkan perubahan dalam kehidupan sosial masyarakat. Inovasi dan perubahan ini menghasilkan teknologi baru yang lebih efisien, yakni teknologi digital untuk menggantikan teknologi lama yang serba manual dan mengandalkan fisik.

Kemajuan teknologi digital ini memunculkan generasi baru, digital native, yaitu mereka yang lahir dan tumbuh berkembang di lingkungan yang bergantung pada teknologi digital. Generasi ini sering juga disebut sebagai generasi Z atau gen Z.

Munculnya generasi digital native menimbulkan problem digital parenting. Ini menjadi tantangan bagi para orang tua di era digital, bagaimana mendidik anak digital native. Mengingat berbagai permasalahan yang muncul sebagai dampak perkembangan teknologi digital dan internet, positif maupun negatif.

Problem Digital Parenting

Digital parenting merupakan sebuah upaya mengenalkan dunia digital native kepada para orangtua, melakukan edukasi pada mereka agar mempunyai kecakapan digital, dan mampu mempersiapkan anak menghadapi inovasi dan perkembangan teknologi.

Digital parenting menitikberatkan peran serta orang tua dalam mendampingi anak menghadapi era teknologi digital. Menggunakan teknologi digital sebagai alat pengasuhan anak.

Pada praktiknya, model pengasuhan ini memunculkan problem. Inilah masalah yang sering muncul dalam mendidik anak di era digital.

1. Digital native vs digital immigrant

Generasi digital native lebih mudah menyerap perkembangan teknologi digital, sementara orang tua sebagai digital immigrant yang mengenal teknologi digital dan internet ketika dewasa tertatih-tatih mengikutinya. Ini menjadi kesenjangan pengetahuan dan kecakapan antara orang tua dengan anak.

Kesenjangan ini jika tidak dikelola dengan baik tidak jarang menjadi sumber masalah antara orang tua dengan anak.

2. Kemudahan akses internet

Dengan semakin banyaknya piranti digital yang bisa terkoneksi internet memudahkan anak-anak memasuki dunia online. Internet bak gunting, satu bagian bisa memberikan pengaruh positif, bagian satunya dapat memberikan dampak negatif bagi anak. Keduanya tidak bisa dipisahkan.

Tantangan bagi orang tua adalah bagaimana mengambil manfaat yang sebesar-besarnya dari kemudahan akses internet, dan mengurangi potensi gangguan bagi tumbuh kembang anak.

3. Menjaga privasi anak saat online

Saat online, anak akan memasuki hutan belantara. Tanpa panduan kompas anak akan tersesat dan menjadi makanan empuk bagi predator online. Sayangnya, kemudahan akses ini tidak dibarengi literasi digital, yaitu pengetahuan dan kecakapan anak dalam memanfaatkan media digital dan internet. Salah satunya menjaga privasi agar aman saat online.

4. Parental controls

Seiring berjalannya waktu anak akan semakin menikmati aktivitas online. Mereka mulai merasa tidak nyaman ketika aktivitas online mereka diawasi. Mereka mulai menginginkan privasi. Sementara orang tua sibuk dengan pekerjaannya. Lupa pendampingan dan pengawasan. Tidak memberikan aturan dan batasan yang tegas pada aktivitas online anak.

Jika permasalahan-permasalahan di atas tidak bisa diatasi, alih-alih anak akan memperoleh manfaat dari kemajuan teknologi dan internet, sebaliknya anak bisa jadi tenggelam menjadi pecandu gadget, kecanduan game, kecanduan media sosial, kecanduan konten dewasa, atau menjadi korban predator online.

Mendidik Anak Digital Native

Lantas, apa yang harus dilakukan orang tua dalam mendidik anak digital native?

Digital native adalah generasi yang melek digital, tentu saja orang tua harus mampu mengimbanginya.

Orang tua harus selalu mengupdate kecakapan dan pengetahuan mereka pada perkembangan teknologi digital dan internet. Jangan malas untuk menambah wawasan dengan membaca, googling, atau searching. Tidak perlu malu atau gengsi untuk belajar pada yang lebih muda.

Saat mulai memberikan piranti digital dan akses internet pada anak barengi dengan literasi digital. Bagaimana menggunakan, menemukan, mengevaluasi, memanfaatkan, dan mengkomunikasikan informasi yang diperoleh dari media digital dengan aman dan bertanggungjawab.

Pahamkan pada anak ruang digital adalah ruang publik. Apapun aktivitas yang mereka lakukan akan tersebar. Dibaca dan dilihat banyak orang. Sulit untuk ditarik kembali. Jaga privasi, jangan mengumbar identitas pribadi yang penting, seperti NIK, nomor telepon, email, dll.

Ajarkan pada anak tiga nilai utama dunia digital; kreatif, kolaboratif, dan berfikir kritis. Dorong anak untuk membuat dan memposting konten-konten positif yang memberikan nilai tambah dan inspirasi pada orang lain. Jangan sebarkan konten S4RA, ujaran yang mengandung kebencian, video, foto dengan pose yang tidak sopan milik sendiri atau orang lain, maupun konten-konten negatif lainnya.

Bimbing juga anak-anak untuk mampu berfikir kritis dalam menerima informasi di ruang digital. Memilah dan memilih mana konten yang bermanfaat, mana konten yang memberikan pengaruh buruk. Saring sebelum sharing.

Generasi digital native tumbuh ditengah-tengah kebebasan dan keterbukaan. Tidak ada lagi sekat ruang dan waktu. Namun demikian, aktivitas online perlu etika meskipun tidak tertulis. Etika dunia digital dengan etika yang berlaku di dunia nyata pada dasarnya sama. Apa yang tidak kita sukai, menyakiti, dan merugikan orang lain di dunia nyata, jangan dipublish di ruang digital karena efeknya akan sama.

Aktivitas apapun yang dilakukan secara berlebihan itu tidak baik. Duduklah bersama anak-anak, buat kesepakatan tentang aturan dan batasan aktivitas online. Kesepakatan itu berlaku untuk semua. Orang tua harus memberikan teladan, menjadi role model bagi anak dalam menjalankan aturan yang sudah disepakati bersama.

Salah satu karakteristik generasi digital native adalah berfikir praktis dan instan. Latih anak untuk menikmati sebuah proses, menentukan prioritas dalam hidupnya. Tanggung jawab dan resiko dari aktivitas mereka di ruang digital.

Beritahu kekhawatiran orang tua pada aktivitas online anak. Dorong anak untuk berani menyampaikan apa yang membuat anak merasa tidak aman dan tidak nyaman di ruang digital. Diskusikan bersama bagaimana cara mengatasinya.

Dampingi aktivitas online anak. Setidaknya luangkan waktu sejenak untuk memeriksa akun media sosial anak, tentu saja seijin mereka. Lakukan dengan bijak agar anak tetap merasa nyaman dan tidak merasa terlalu diproteksi. Pengawasan orang tua inilah yang menjadi faktor utama dalam mendidik anak digital native.

Penutup

Generasi digital native sulit dipisahkan dari perangkat digital dan internet. Orang tua bertanggungjawab untuk menjaga anak-anak di ruang digital. Memastikan mereka aman menggunakan piranti digital dan saat online.

Ruang digital ibarat mata uang, ada dua sisi yang tidak terpisahkan. Sisi negatif dan positif. Bagaimana orang tua mampu mengarahkan anak untuk dapat mengambil sisi positif adalah inti dari mendidik anak digital native.

Posting Komentar untuk "Mendidik Anak Digital Native, Bagaimana Caranya?"